Yogyakarta (Antara Jogja) - Kompetensi sumber daya manusia sektor pariwisata di Indonesia perlu ditingkatkan agar berdaya saing, kata Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Pariwisata Kementerian Pariwisata I Gde Pitana.
"Daya saing sumber daya manusia (SDM) pariwisata Indonesia secara umum rendah, berada di bawah beberapa negara Asia, bahkan ASEAN. Padahal, pariwisata menjadi salah satu sektor unggulan pembangunan di Indonesia," katanya di Yogyakarta, Selasa.
Pada seminar pariwisata yang diselenggarakan Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarukmo (Stipram), ia mengatakan hasil survei World Economic Forum (WEF) menunjukkan daya saing SDM pariwisata Indonesia terus menurun sejak 2009.
Pada 2009, kata dia, daya saing SDM pariwisata Indonesia berada pada peringkat ke-42 dari 133 negara yang disurvei. Daya saing SDM itu terus menurun hingga berada pada peringkat ke-61 pada 2013.
"Meskipun hasil survei itu menunjukkan kita masih berada di atas Thailand, Vietnam, Filipina, dan Kamboja, Indonesia masih kalah dengan Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam," katanya.
Oleh karena itu, menurut dia, peningkatan kompetensi SDM pariwisata Indonesia sangat penting agar mampu bersaing dengan negara lain terutama di kawasan ASEAN dan Asia.
"Hal itu bisa dipenuhi melalui pendidikan formal, berbagai pelatihan berbasis kompetensi terkait, dan pada saatnya setiap SDM pariwisata Indonesia harus memegang sertifikasi kompetensi," kata Pitana.
Pengamat pariwisata dari UGM Wiendu Nuryanti mengatakan pengembangan sektor pariwisata di Indonesia bukan hanya memerlukan tenaga teknis, tetapi juga teknokrat atau perencana.
"Teknokrat atau perencana itu diperlukan untuk menyusun strategi dan kebijakan dalam bidang pariwisata terutama mencocokkan antara produk dan pasar yang akan disasar," katanya.
Misalnya, untuk pasar wisatawan dari Timur Tengah mungkin perlu ditonjolkan produk-produk yang bersifat halal, sedangkan untuk wisatawan Australia harus disediakan pantai yang representatif karena ke mana pun mereka pergi bisa dipastikan akan mencari pantai.
Menurut dia, hal itu merupakan contoh sederhana. Untuk yang lebih kompleks, yang menyangkut persoalan strategi dan kebijakan, tentu perlu dipikirkan pula, seperti bagaimana menghadapi isu global dan berbagai macam perubahan keterbukaan ekonomi.
"Semua perubahan itu tentu juga memerlukan perubahan strategi dan kebijakan. Kita tidak mungkin menggunakan strategi dan kebijakan yang sama terus menerus," kata Wiendu.
(B015)
Berita Lainnya
Dinas Pariwisata Sleman menerbitkan buku "Pesona Wisata Bumi Sembada"
Senin, 6 Mei 2024 16:27 Wib
KPU RI: Penerapan kampanye hijau di Bali untuk menjaga pariwisata
Senin, 6 Mei 2024 10:34 Wib
Pemerintah pacu sertifikasi halal produk makanan-minuman desa wisata
Minggu, 5 Mei 2024 8:01 Wib
Kesiapan tenaga pariwisata Indonesia jawab perkembangan tren dunia
Jumat, 3 Mei 2024 17:22 Wib
24 homestay di Desa Nglanggeran, Gunung Kidul, DIY, peroleh kucuran dana
Jumat, 3 Mei 2024 0:21 Wib
Badan Pariwisata PBB diskusi pemberdayaan inspirasi perempuan
Kamis, 2 Mei 2024 18:12 Wib
Sosok RA Kartini dikenalkan kepada delegasi Konferensi Pariwisata PBB
Kamis, 2 Mei 2024 14:57 Wib
Kemenparekraf sebut Timnas U-23 di Piala Asia membawa dampak pariwisata
Kamis, 2 Mei 2024 12:54 Wib