WTT tolak kedatangan petugas pengukur lokasi bandara

id WTT menolak petugas BPN

Kulon Progo (Antara Jogja) - Warga penolak pembangunan bandara yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, menolak kedatangan petugas pengukur lahan calon lokasi bandara dari Badan Pertanahan Nasional setempat.

"Silakan mengukur lahan milik warga yang boleh dipatok, silakan. Kami tidak akan menghalang-halangi," kata Koordinator Lapangan (Korlap) WTT Dusun Sidorejo, Desa Glagah, Andung di Kulon Progo, Rabu.

Saat ini, petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang tergabung dalam Satgas A masih harus mengukur sebanyak 220 bidang di Pedukuhan Sidorejo, Desa Glagah dan Pedukuhan Kragon II Desa Palihan.

Pengukuran lahan di Pedukuhan Krangon II berjalan lancar, tetapi saat pengukuran lahan di Desa Glagah, masyarakat yang tergabung dalam WTT menghalang-halangi petugas.

WTT meminta petugas menunjukan surat kuasa dari Pemerintah Desa Glagah yang mengizinkan pengukuran lahan. Setelah negosiasi cukup lama antara Satgas A yang dipimpin Kepala BPN Kulon Progo Muhammad Fadil dengan WTT, pengukuran berjalan kembali.

Puluhan anggota WTT terus menjaga ketat petugas Satgas A karena takut lahannya akan diukur.

Humas WTT Kulon Progo Lilik Martono mengatakan sejak awal pihaknya mempersilakan petugas melakukan pengukuran lahan, tapi tidak boleh di lahan milik warga yang menolak bandara.

"Sesuai kesepakatan awal, bagi warga yang boleh dilakukan pengukuran, tapi tidak untuk warga penolak bandara. WTT akan melakukan pengawalan tanpa anarkis," katanya.

Ia berharap pertugas mengukur lahan yang telah disepakat. Sedangkan lahan dengan keterangan leter C, makam dan masjid harus terlebih dahulu dibicarakan dengan warga.

"Kalau dipaksakan akan rawan konflik dan akan memecah belah masyarakat," katanya.

Kepala BPN Kulon Progo Muhammad Fadil mengatakan seperti diketahui ada resistensi dari masyarakat atas pengukuran lahan ini. Tapi, proses ini akan tetap jalan terus. Mereka memiliki persepsi kalau sebelahnya tidak diukur, sebelahnya juga tidak bisa dikarenakan sudah memiliki sertifikat.

Menurut Fadil, sesuai Pasal 19 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 1991, mestinya bisa diambil. Kalau belum bersertifikat dapat diberi batas sementara.

Namun, lanjut Fadil, masyarakat tetap menolak dan mereka mengganggu pihaknya selaku aparat BPN yang menjalankan tugas.

"Kami mohon bantuan aparat keamanan menjalankan amanat berlaku. Hal ini dikarenakan menggangu atau mengancam tugas yang sedang menjalankan tugasnya. Itu ada aturannya," kata dia.

(KR-STR)