Masyarakat Gunung Kidul mulai tinggalkan telaga

id telaga

Masyarakat Gunung Kidul mulai tinggalkan telaga

Telaga Lebak yang sudah mulai mengering, Kemiri, Tanjungsari, Gunungkidul, Yogyakarta, Selasa (FOTO ANTARA/Noveradika)

Gunung Kidul (Antara) - Masyarakat Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mulai tidak mengandalkan air telaga untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan memilih menggunakan air dari tangki, meski harus membayar atau menunggu distribusi dari pemerintah.

Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Gunung Kidul Dwi Warna Widi Nugraha di Gunung Kidul, Minggu, mengatakan beberapa tahun lalu, telaga menjadi andalan penduduk untuk mencukupi kebutuhan air dan dimanfaatkan untuk mandi, cuci dan kebutuhan rumah tangga yang lain, namun kini hanya untuk memandikan dan minum ternak.

"Ini terjadi karena masyarakat sekarang sudah memahami pentingnya kualitas air bersih sehingga meski di wilayahnya air telaga masih melimpah, tetap saja minta bantuan air," kata Dwi Warna.

Ia mengatakan meningkatnya kesadaran masyarakat diharapkan kualitas kesehatan masyarakat juga ikut meningkat.

"Sekarang jarang masyarakat memanfaatkan telaga untuk kebutuhan sehari-hari, untuk mandi pun sudah tidak seramai dahulu," katanya.

Dwi mengatakan untuk membantu masyarakat yang mengalami kekeringan besaran dana sekitar Rp650 juta. Saat ini baru terserap sekitar Rp50 juta. Permintaan distribusi air bersih dalam sehari rata-rata sebanyak 30 tangki. Permohonan pengiriman kebutuhan air tersebut berasal dari warga yang tinggal di daerah rawan krisis air. Mulai dari Kecamatan Ngawen, Rongkop, Girisubo, Tepus dan Kecamatan Panggang.

Sebelumnya Camat Rongkop Azis Budiarto membenarkan banyak wilayah desanya yang kondisi telaga masih isi, namun warga tetap minta distribusi air. Bahkan, pihak pemerintah kecamatan yang setiap hari melakukan distribusi sebanyak lima tanki, dinilai masih belum mencukupi dan banyak warganya yang belum bisa terjangkau.

Wilayahnya ada dua desa mengalami krisis air masing-masing Desa Bohol dan Melikan. Dua desa itu setiap tahun kekurangan air bersih karena belum bisa mengakses air dari PDAM maupun Spamdes.

"Kemampuan kecamatan hanya lima tangki dalam sehari, kami minta bantuan distribusi air dari pemkab untuk dicukupi," kata Azis.

(KR-STR)