Yogyakarta (ANTARA) - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) memilih Kota Yogyakarta guna mendapat masukan dan usulan yang bisa dimanfaatkan sebagai bagian dari kajian untuk penguatan aksesibilitas bagi konsumen disabilitas, terutama saat mengakses transportasi dan e-commerce.
“Selama ini, ada beberapa hal yang masih belum dipenuhi saat memberikan pelayanan kepada konsumen disabilitas. Akses yang mereka miliki masih terbatas sehingga perlu dilakukan penguatan-penguatan,” kata Ketua Komisi Penelitian dan Pengembangan BPKN Arief Safari di Yogyakarta, Selasa.
Kajian, lanjut dia, akan difokuskan pada dua sektor yaitu transportasi karena menyangkut akses pelayanan publik serta sektor perdagangan elektronik atau e-commerce yang mengalami kenaikan signifikan selama masa pandemi COVID-19.
Sejumlah aspek yang menjadi sorotan BPKN dalam kajian di sektor transportasi di antaranya pemenuhan fasilitas untuk penyandang disabilitas seperti ram, bantuan suara hingga penyediaan tanda yang cukup untuk memudahkan penyandang disabilitas.
Sedangkan di sektor e-commerce, lanjut dia, sejumlah laman belanja daring belum ramah terhadap penyandang disabilitas seperti tuna netra karena belum dilengkapi dengan fasilitas suara atau layanan lain yang akan memudahkan.
“Melalui kajian ini, kami ingin mendorong agar pelaku usaha dan juga pemerintah berupaya semaksimal mungkin untuk memberikan akses yang sama bagi penyandang disabilitas,” katanya.
Kajian tersebut, lanjut dia, juga sebagai bagian dari pemenuhan amanat UU Penyandang Disabilitas yang sudah dimiliki sejak 2016.
“Layanan transportasi publik dan e-commerce harus dilakukan dengan prinsip ramah bagi penyandang disabilitas,” katanya.
Berdasarkan catatan BPKN, hingga Maret 2021 terjadi pergeseran pengaduan yang diterima yaitu lebih didominasi di sektor jasa keuangan sebanyak 302 pengaduan dan e-commerce 254 pengaduan. “Pada tahun sebelumnya, pengaduan terbanyak berasal dari sektor perumahan sebanyak 524 pengaduan,” katanya.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta Golkari Made Yulianto mengatakan, Pemerintah Kota Yogyakarta tidak membawahi atau mengelola layanan transportasi publik karena luas kota yang terbatas.
Layanan transportasi publik dilakukan oleh Pemerintah DIY dengan bus Transjogja. Rute layanan dilakukan lintas wilayah yaitu melayani Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta.
“Bus ini berhenti di halte-halte yang sudah ditetapkan. Kondisi halte memang tinggi dan terkadang belum ramah untuk penyandang disabilitas karena ram yang curam,” katanya.
Untuk penyandang tunanetra, lanjut dia, sudah akan terbantu karena awak bus akan memberikan informasi mengenai tujuan serta pemberhentian bus di tiap halte.
“Kami sedang melakukan kajian untuk membuat halte yang lebih ramah disabilitas. Misalnya tidak perlu ditinggikan tetapi cukup dengan rambu pemberhentian bus saja,” katanya.
Sedangkan di sektor perdagangan, fasilitas untuk penyandang disabilitas di pasar tradisional memang belum terpenuhi dengan baik. “Hanya pasar-pasar yang baru direvitalisasi yang sudah dilengkapi dengan fasilitas bagi penyandnag disabilitas, yaitu di Prawirotaman. Selebihnya belum,” kata Sekretaris Dinas Perdagangan Jalaludin.
Dari sisi regulasi, Pemerintah Kota Yogyakarta sudah memiliki Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Pemajuan Perlindungan dan Pemenuhan Hak Disabilitas.
Upaya menjadikan Yogyakarta sebagai kota ramah disabilitas juga dilakukan dengan membentuk kecamatan inklusi. Hingga 2019, sudah ada 10 dari 14 kecamatan di Yogyakarta yang menjadi kecamatan inklusi. Pada 2021, seluruh kecamatan ditargetkan menjadi kecamatan inklusi.