Pendidikan cara masyarakat bisa tangguh dan sadar bencana

id mitigasi bencana,bencana alam

Pendidikan cara masyarakat bisa tangguh dan sadar bencana

Petugas pemadam kebakaran menyemprotkan air bersama siswa Taman Kanak-kanak dalam Edukasi Mitigasi Bencana Kebakaran di Markas Pemadam Kebakaran Kota Malang, Jawa Timur, Rabu (18/10/2023). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/aww. (ANTARA FOTO/ARI BOWO SUCIPTO)

Jakarta (ANTARA) - Dalam forum United Nations Group of Expert on Geographical Names (UNGEGN), Indonesia tercatat sebagai negara yang memiliki posisi geografis yang sangat strategis dengan memiliki lebih dari 16.000 pulau dan dihuni lebih dari 1.000 suku bangsa (Cabinet Secretariat of The Republic of Indonesia, 2017).

Letak Indonesia berada di antara Benua Asia dan Benua Australia, Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, serta diapit dengan lempeng tektonik yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik.

Aktivitas tektonik ini menghasilkan serangkaian gunung berapi yang dikenal sebagai busur vulkanik (volcanic arc), dan rangkaian gunung berapi ini disebut Ring of Fire. Di Indonesia juga terdapat 5.590 daerah aliran sungai.

Sebagai negara kepulauan, Indonesia rentan terhadap bencana karena kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografisnya.

Berdasarkan data dari World Risk Report, Indonesia menduduki posisi ke-3 dengan indeks risiko sebesar 41,46 (World Risk Report, 2022). Hal ini
dipengaruhi bencana yang kerap terjadi beberapa tahun terakhir seperti gempa bumi, erupsi gunung berapi, tsunami, bencana perubahan iklim, dan lainnya.


Kerentanan Masyarakat

Kondisi masyarakat sangat mempengaruhi bagaimana risiko bencana yang akan dihadapi. Kondisi yang menyebabkan ketidakmampuan masyarakat untuk menghadapi bencana ini disebut kerentanan.

Kerentanan masyarakat dapat dinilai dari beberapa aspek seperti kerentanan fisik dan kerentanan sosial. Kerentanan fisik adalah tingkat kepekaan masyarakat baik individu maupun komunitas yang merujuk pada faktor bangunan, infrastruktur/fasilitas umum, dan aksesibilitas.

Faktor ini dapat mempengaruhi tingkat kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana yang terjadi. Infrastruktur yang tahan terhadap bencana akan semakin mengurangi risiko bencana seperti risiko timbulnya korban jiwa dan kerugian material.

Sedangkan kerentanan sosial merupakan kerentanan yang merujuk pada aspek sosial seperti status ekonomi, pendidikan, gender, umur, dan aspek sosial lainnya (BNPB, 2007).

Faktanya, semakin minim kerentanan maka semakin minim pula risiko yang akan dihadapi. Pengetahuan menjadi salah satu aspek penting untuk mengatasi kerentanan tersebut.

Pengetahuan kebencanaan dapat mempengaruhi tindakan yang akan diambil masyarakat dalam menghadapi ancaman. Dengan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran terhadap bencana, masyarakat akan tahu bahaya potensial yang akan dihadapi dan paham bagaimana cara untuk meresponsnya.

Sebenarnya, kerentanan yang terjadi merupakan sebuah bentuk ketidaksiapan masyarakat jika dihadapkan dengan bahaya. Oleh karena itu, masyarakat dituntut untuk meningkatkan pemahaman kesiapsiagaan mengenai kebencanaan agar dapat meminimalisir risiko.

Kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan di sekolah. Karena sekolah adalah lembaga yang sangat kuat (powerful) untuk membentuk dan mengubah pola pikir, sikap, dan perilaku masyarakat.

Sektor pendidikan adalah salah satu sektor yang seringkali menjadi korban dalam suatu bencana.

Tercatat dalam satu dekade terakhir, bencana di Indonesia telah melumpuhkan lebih dari 62.687 satuan pendidikan dengan lebih dari 12 juta siswa yang terkena dampak. Khususnya sepanjang tahun 2023, fasilitas pendidikan yang rusak mencapai 350 unit (BNPB, 2023).

Satuan pendidikan banyak memiliki berbagai kerentanan seperti kerentanan sosial yang merujuk pada faktor umur.

Anak-anak termasuk sebagai kelompok yang rentan terhadap bencana karena kurangnya pemahaman mengenai kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.

Disaster Risk Reduction (DRR) in Education adalah pendekatan pengurangan risiko bencana dengan mengintegrasikannya ke dalam sistem pendidikan.

Pendekatan ini bertujuan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah adanya korban jiwa, melindungi dan memastikan bahwa setiap siswa mendapatkan akses pendidikan yang berkelanjutan bahkan dalam situasi darurat bencana, serta membangun ketahanan masyarakat (UNICEF and UNESCO, 2011).

Implementasi pendekatan Disaster Risk Reduction (DRR) in Education melalui pendidikan kebencanaan sebagai tindakan preventif menjadi kepentingan yang mendesak untuk segera dilaksanakan.

Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 33 Tahun 2019 telah membentuk Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB).

SPAB merupakan upaya pencegahan penanggulangan bencana di satuan pendidikan (Direktori Penanggulangan Bencana, 2019). Penyelenggaraan SPAB langsung dibawahi oleh Sekretariat Nasional SPAB dan Sekretariat Bersama SPAB Daerah.

Sebagai salah satu wujud dari DRR in Education, SPAB terdiri atas 3 pilar yaitu Fasilitas Satuan Pendidikan Aman Bencana, Manajemen Bencana di Sekolah, dan Pendidikan Pencegahan dan Pengurangan Risiko Bencana.

SPAB berfokus pada tahap pra bencana, situasi darurat bencana, pascabencana dan dilaksanakan oleh seluruh elemen satuan pendidikan dengan melakukan beberapa program seperti sosialisasi kesiapsiagaan, latihan evakuasi, perencanaan darurat sekolah, dan membangun fasilitas sekolah yang tahan bencana.


Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Masyarakat tangguh dan sadar bencana melalui pendidikan
Pewarta :
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024