Bengkel Hijrah Iklim menggandeng anak muda terlibat isu perubahan iklim

id Bengkel Hijrah Iklim ,Anak muda terlibat isu iklim ,Pembahasan isu lingkungan

Bengkel Hijrah Iklim menggandeng anak muda terlibat isu perubahan iklim

Para narasumber berfoto bersama usai kegiatan Media Briefing dengan tema "Anak Muda dan Aksi Perubahan Iklim di Akar Rumput" di Yogyakarta, Selasa (21/11/2023) (ANTARA/Hery Sidik)

Yogyakarta (ANTARA) - Bengkel Hijrah Iklim (BHI), salah satu inisiatif dari MOSAIC (Muslims for Shared Action on Climate Impact) menggandeng anak muda Indonesia untuk terlibat dalam isu perubahan iklim, adaptasi mitigasi, dan juga transisi berkelanjutan untuk meningkatkan kapasitas anak muda dalam membahas isu lingkungan.

"Tahapan BHI pertama pelatihan pada Oktober 2022 yang diikuti 20 anak muda Islam dari berbagai daerah di Indonesia. Lalu lima orang alumni kita beri kesempatan untuk mendaftarkan proyek atau ide mereka dalam bentuk proposal yang diberikan funding kepada mereka," kata Project Lead BHI Aldy Permana dalam Media Briefing dengan tema "Anak Muda dan Aksi Perubahan Iklim di Akar Rumput" di Yogyakarta, Selasa.

Lima orang alumni tersebut kemudian mendapatkan pelatihan dan mentoring. Mereka juga mendapat pendampingan dari strategi hingga tahap implementasi. Dua di antara proyek itu yakni My Green Leaders yang digagas Kholida Annisa dan juga Salawaku Movement yang digarap Aniati Tokomadoran.

Kholida mengatakan, dalam pelaksanaan proyeknya, menggandeng anak muda yang tergabung dalam Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM). Dalam pemaparannya, dia juga mendorong adanya pemimpin yang pro iklim pada 2024.

"Bulan Juni 2022 kami mengadakan Future Green Leaders Camp untuk mendorong kaum muda mempunyai perspektif lingkungan, sehingga pemimpin ini tidak terpusat di saya tetapi memastikan kepada semua peserta," kata dia yang juga sebagai Ketua Bidang Lingkungan Hidup PP IPM periode 2021-2023.

Dia mengatakan, ingin mengarusutamakan isu lingkungan, sehingga kerusakan lingkungan tidak lebih cepat daripada gerakan peduli lingkungan. Salah satunya yakni dengan membuat anak muda memahami kekuatan mereka secara politis.

"Kami ini bukan cuma obyek suara di Pemilu tetapi subyek suara dan mendorong hal itu. Kami bayangkan kami jadi kekuatan besar mendorong pemimpin pro iklim dan masif melakukan pelatihan Future Green Leaders dan menyiapkan anak muda jadi Green Leaders sesuai yang kami geluti ke depannya," katanya.

Sementara itu, Aniati Tokomadoran mengatakan dalam menjalankan programnya melibatkan empat pondok pesantren di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, yakni Ponpes Al Imdad, Ponpes Assalafiyah, Ponpes Ar-Rahmah, dan Ponpes Asy Syifa.

Dia mengatakan, dari hasil riset, bahwa pesantren belum paham dengan diksi perubahan iklim, mereka melihat itu sebagai hal yang normal dan bukan masalah besar. Dari situ pihaknya menyadari bahwa ada perbedaan pengetahuan dengan pesantren.

Dari hasil riset itu pula pihaknya kemudian mengembangkan modul bertajuk Climate Boarding School. Pihaknya juga telah menjalin kerja sama dengan dua pondok pesantren yang menjadi tempat risetnya.

"Sejak riset itu pondok pesantren mulai mengerti dan sadar untuk mempraktekkan kesadaran lingkungan, mereka mengurangi jajanan dengan kemasan sekali pakai dan didukung dengan pengelolaan sampah mandiri di pesantren," katanya.

Sementara itu, Peneliti Pusat Studi Kepemudaan dan Departemen Sosiologi UGM Ragil Wibawanto memberikan apresiasi terhadap berbagai program yang ada di BHI. Hal ini menurutnya, merupakan wujud aksi berkelanjutan dan praktek baik dari kepedulian terhadap krisis iklim.

"Generasi Z ini jumlahnya banyak dan mereka akan menjadi pemimpin baru yang mana itu menjadi potensi sebagai penerus Indonesia, itu data dari kependudukan," katanya.

Meski demikian, kata dia, pihaknya menyoroti bahwa isu dan gerakan lingkungan ini lebih banyak dilakukan di kota. Padahal dari data yang ada, desa juga mengalami permasalahan lingkungan yang besar, sehingga isu lingkungan harus didekatkan dengan konteksnya atau dimasukkan dalam lokalitasnya.

"Ada pula peluang untuk memanfaatkan pendidikan non formal seperti yang dilakukan Kholida dan Aniati ini. Karena ketika masuk ke pendidikan formal kadang ada batas-batas yang tidak bisa dilewati," katanya.

Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024