Kebun salak pondoh lereng Merapi butuh regenerasi

id salak pondoh

Kebun salak pondoh lereng Merapi butuh regenerasi

salak pondoh (foto ANTARA/Anis Efizudin)

Sleman (Antara Jogja) - Produksi salak pondoh di lereng Gunung Merapi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta saat ini sudah mengalami penurunan kualitas karena umur tanaman yang sudah tua sehingga butuh regenerasi.

"Salak hasil produksi saat ini tidak lagi semanis seperti beberapa tahun silam. Hal ini disebabkan salah satunya karena usia tanaman sudah tua yang seharusnya mulai diganti dengan bibit baru," kata salah satu petani salak di Dusun Jomboran, Donokerto, Turi, Sleman, Lambang Ari, Sabtu.

Menurut dia, kualitas hasil salak dari kebunnya berangsur semakin memburuk sejak dua tahun terakhir.

"Salak hasil panenan saat ini bentuknya kecil, dongkolan kecil, rasanya tidak lagi semanis dulu," katanya.

Ia mengatakan, penyebabnya karena tanaman harus diregenerasi. Umurnya sudah lebih dari 15 tahun.

"Usia tanaman salak yang ada saat ini sekitar 15 tahun hingga 20 tahunan. Sudah tua-tua sehingga hasilnya tidak bagus lagi. Mestinya diganti dengan tanaman yang baru," katanya.

Lambang mengatakan, dirinya bersama beberapa petani lainnya saat ini masih ragu melakukan regenerasi tanaman salak karena harga per kilogram saat dijual juga masih belum baik.

"Ada rencana akan diregenerasi dengan bibit baru, sebenarnya bisa dicangkok atau beli bibit. Tapi lebih baik sekarang bersih-bersih lahan dulu," katanya.

Ia mengatakan, kebun salak miliknya tersebar di beberapa dusun, di antaranya Jomboran, Randusongo, serta Donoasih. Keseluruhan sebanyak sembilan petak kebun, yang setiap kali panen, satu harinya bisa mengambil antara 40 sampai 50 kilogram.

"Satu kilogramnya hanya Rp2.000. Kalau standar bisa mencapai Rp4.000," katanya.

Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sleman, Ananta mengatakan memang saat ini terjadi penurunan kualitas produksi salak lereng Merapi.

"Ini karena penanaman salaknya tidak sesuai dengan Standar Opersional Prosedur (SOP). Memang kalau tidak sesuai SOP, tanaman salak maksimal hanya bisa sekitar 15 tahun saja," katanya.

Ia mengatakan, yang dimaksudkan tidak sesuai SOP tersebut ialah kurangnya perhatian dengan tanamannya, seperti pemupukannya yang tidak rutin.

"Kemudian saat penanamannya dulu hanya sembarang saja, yang penting ditanami dan tumbuh. Dalam perlakuannya juga kurang. Seperti pemupukan harus rutin, dua kali dalam setahun. Penyerbukannya diperhatikan, pemangkasan pelepahnya harus tiga kali dalam setahun," katanya.

Ananta mengatakan, ketika semua itu dilakukan dengan baik, maka dijamin, salak terutama di Kecamatan Turi tak akan menjadi buah musiman. Namun, sepanjang waktu bisa berbuah dan kualitasnya pun tak perlu diragukan.

"Saat ini petani salak di Turi presentasenya 80 persen, salak masih menjadi buah musiman," katanya.

Ia mengatakan, agar kembali memperoleh hasil dengan kualitas yang baik, maka sudah seharusnya petani salak kembali melakukan penanaman dengan bibit yang baru.

"Mereka biasanya memiliki, atau kalau tidak biasanya di kelompok taninya, selalu ada bibit baru," katanya.

(V001)
Pewarta :
Editor: Hery Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2024