Menag: semarak dakwah belum mengubah perilaku sosial

id menag: semarak dakwah

Menag: semarak dakwah belum mengubah perilaku sosial

Menteri Agama Suryadharma Ali (Foto antaranews.com)

Jakarta (Antara Jogja) - Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan semaraknya dakwah dan ritual keagamaan di tanah air belum terasa optimal dalam mengubah perilaku sosial yang diajarkan Islam, tetapi justru kesalehan sosial disepelekan.

Penegasan tersebut disampaikan Menteri Agama pada acara tabligh akbar Indonesia Mentadabbur Al Quran yang diselenggarakan DPP Wahdah Islamiyah di Masjid Istiqlal Jakarta, Minggu.

Pada acara itu hadir Ustadz Yusuf Mansur, pengurus DPP Wahday Islamiyah seperti Muhammad Zain, Bahtiar Nasir dan Prof. Dr. Syeikh Nashir Al-Umar, selaku Sekjen Ikatan Ulama Muslim se-Dunia dan ketua Lembaga Tadabbur Al Quran Internasional. Dan bersamaan itu pula Menag Suryadharma Ali menandatangani berdirinya lembaga Tadabbur Al-Qur'an Nasional.

Taddabbur berarti merenungi dan meresapi makna kandungan Al Quran. Tujuan membaca dan mendengarkan Al Quran diharapkan mendapatkan rahmat dan ketenangan dari Allah sesuai pesan yang disampaikan Rasulullah, kata Suryadharma Ali.

Terkait dengan aktivitas dakwah, Menteri Agama mengatakan, fakta menunjukkan bahwa gairah keberagaman masyarakat Muslim di Indonesia dalam memperlakukan Al Quran semakin meningkat. Gerakan pemberantasan buta aksara Al Quran, melalui berbagai metode cepat membaca Al Quran menunjukkan hasil signifikan.

Gegap gempita musabaqah tilawatil Al Quran (MTQ) sangat terasa, mulai tingkat desa, nasional hingga internasional. Minat beli masyarakat terhadap mushaf Al Quran, cetak maupun elektronik cukup tinggi. Terlebih pada Ramadhan.

"Meski semarak, mengapa kehidupan kita diliputi suasana carut marut krisis moral, sosial dan sebagainya," tanya Menteri Agama.

Fakta menyuguhkan ada sejumlah kesenjangan antara nilai agung dan mulia yang terkandung dalam Al Quran dengan realitas umat Islam. Sebanyak 56 negara yang tergabung dalam Organisasi Kerja sama Islam (OKI), sebagian besar berada dalam kategori negara berkembang, bahkan terkebelakang. Risalah Islam sebagai rahmatan lil alamin belum tercermin dalam sikap dan perilaku kebanyakan umat Islam, katanya.

   
                       Kekerasan
 
Bahkan, lanjut Menag, belakangan Islam dan umat Islam dituduh sebagai pihak yang berada di belakang berbagai aksi kekerasan atas nama agama. Al Quran belum terasa membumi dalam kehidupan, bahkan ajarannya terasa asing bagi orang banyak.

Penelitian sosial bertema "How Islamic are Islamic Countries" yang dipublikasikan dalam Global Economy Journal pada 2010, menyimpulkan perilaku sosial, ekonomi, politik negara-negara anggota OKI, menurut Suryadharma Ali, justru berjarak lebih jauh dari ajaran Islam dibanding negara-negara non-Mulsim yang perilakunya lebih Islami.

Yang agak mengherankan, penelitian itu kata Suryadharma Ali, menempatkan Selandia Baru di urutan pertama di antara 208 negara, diikuti Luksemburg di urutan kedua. Sementara Indonesia yang mayoritas penduduk Muslim terbesar menempati urutan ke-140, Saudi Arabia berada di urutan ke 131 sedangkan Pakistan di urutan 147.

Terlepas dari setuju atau tidak, kata Menteri Agama, hasil penelitian itu menunjukkan semarak dakwah dan ritual keagamaan belum terasa optimal dalam mengubah perilaku sosial dan birokrat sebagaimana diajarkan Islam, yang justru dipraktekan di negara sekuler.

Keberagamaan masih berada pada level semarak ritual untuk mengejar kesalehan individual, tetapi menyepelekan kesalehan sosial. Apa yang dikecam ajaran Islam itu ternyata lebih mudah ditemukan di masyarakat Muslim ketimbang negara-negara Barat, katanya.

Terkait dengan itu, Menteri Agama mengajak masyarakat sadar akan Al Quran, yang dimulai dengan menumbuhkan kecintaan generasi muda terhadap Al Quran. "Kita patut prihatin dengan kondisi generasi muda saat ini. Anak-anak sudah jarang mengaji saat tiba waktu magrib, sebagaimana kita saat anak-anak dahulu," katanya menambahkan.

Anak-anak lebih senang berada di depan layar kaca dan melihat tayangan yang jauh dari nilai pendidikan, tanpa tata bahasa yang baik.

"Oleh karena itu, saya mengimbau para orangtua agar kembali menggalakkan kegiatan maghrib mengaji. Dengan demikian mereka akan dapat lebih dekat dan berkumunikasi dengan orangtua, tidak terjerumus dalam kegiatan negatif seperti narkoba, atau pun geng motor yang sedang marak," katanya.

(E001)

Pewarta :
Editor: Masduki Attamami
COPYRIGHT © ANTARA 2024