SAPDA usulkan sinkronisasi data penyandang disabilitas

id Difabel, advokasi perempuan

SAPDA usulkan sinkronisasi data penyandang disabilitas

Simbol difabel (Foto vhrmedia.com) (vhrmedia.com)

Yogyakarta (Antara Jogja) - Sentra Advokasi Perempuan Difabel dan Anak mengusulkan sinkronisasi data penyandang disabilitas agar tidak ada perbedaan data dari berbagai instansi, sehingga perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas bisa dilakukan lebih optimal.

"Saat ini, data jumlah penyandang disabilitas antarinstansi berbeda-beda. Perbedaan data cukup mencolok," kata Direktur Sentra Advokasi Perempuan Difabel dan Anak (SAPDA) Nurul Saadah Andriani di Yogyakarta, Senin.

Berdasarkan data SAPDA, jumlah penyandang disabilitas di Kota Yogyakarta sebanyak 2.300 orang, namun Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) daerah ini hanya menyebutkan 1.800 penyandang disabilitas, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Yogyakarta 300 orang.

Nurul memperkirakan perbedaan data yang cukup signifikan tersebut dipengaruhi oleh parameter pendataan yang digunakan. Dinsosnakertrans mungkin hanya mendata penyandang disabilitas yang ada di kelompok masyarakat miskin, sedangkan Bappeda hanya mendata berdasarkan kecacatan fisik semata.

Oleh karena itu, kata dia, perlu dilakukan sinkronisasi data dengan parameter tertentu, seperti jenis hambatan yang dimiliki, kebutuhan dan potensi penyandang disabilitas.

"Tidak perlu dibedakan apakah penyandang disabilitas itu berasal dari keluarga miskin atau tidak," katanya.

Nurul yang juga tergabung dalam Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas di Kota Yogyakarta menyatakan bahwa komite akan melakukan sinkronisasi data pada awal 2015, sekaligus sosialisasi di tingkat kecamatan.

Masyarakat, kata dia, diharapkan dapat membantu identifikasi dan pendataan apabila di wilayahnya ada penyandang disabilitas. "Masyarakat yang memiliki anggota keluarga penyandang disabilitas sebaiknya bersikap terbuka. Tidak perlu ditutup-tutupi," katanya.

Sedangkan Kepala Bappeda Kota Yogyakarta Edy Muhammad mengatakan pemerintah kota ini memiliki komitmen untuk membangun kota inklusi atau kota yang ramah terhadap penyandang disabilitas.

"Komitmen tersebut sudah tertuang dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) yang menjadi acuan penyelenggaraan kegiatan bagi seluruh instansi pemerintah," katanya.

Pemerintah, menurut dia, juga terus mengaktifkan komunikasi dengan Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas untuk mengetahui kebutuhan penyandang disabilitas di Kota Yogyakarta.

Pada 2015 ada beberapa agenda untuk penguatan komite dan pemberian pelatihan bagi penyandang disabilitas, peningkatan jumlah sekolah inklusi menjadi 34, dan penyusunan peraturan daerah.

"Usulan pembangunan dalam musyawarah perencanaan pembangunan 2015 diharapkan sudah berperspektif disabilitas," katanya.

(E013)
Pewarta :
Editor: Agus Priyanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024