Yogyakarta, (Antara Jogja) - sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Komite Perjuangan Perempuan Yogyakarta menggelar aksi damai di Titik Nol Yogyakarta, Rabu, yang bertujuan mendorong segera disahkannya Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual.
"RUU itu harus segera disahkan karena seperti di DIY hampir setiap hari terjadi satu kasus kekerasan terhadap perempuan," kata Koordinator Umum Aksi, Anastasya Kiki.
Menurut dia, tanpa adanya perlindungan hukum berupa Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual dikhawatirkan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan akan terus meningkat, baik kekerasan seksual dalam hubungan maupun tidak.
Kiki menyebutkan sesuai data Rifka Annisa Women Crisis Center yang juga bagian dari Jaringan Perempuan Yogyakarta selama kurun 2009 hingga 2015 tercatat 2.156 kasus kekerasan terhadap perempuan di Yogyakarta. Sementara sejak periode Januari hingga April 2016 tercatat 121 kasus kekerasan perempuan dan baru 30 persen yang sudah terselesaikan.
"Kasus kekerasan terhadap perempuan di Yogyakarta yang paling dominan masih kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)," kata dia.
Dalam aksi yang sekaligus ditujukan untuk memperingati Hari Perempuan Internasional 2017 itu, Kiki berharap akses informasi untuk mengadukan kasus kekerasan yang dialami perempuan Yogyakarta perlu diperluas. Sosialisasi mengenai akses pengaduan kekerasan perempuan di DIY masih terbatas menyasar permpuan warga Yogyakarta saja.
"Termasuk untuk akses informasi mengenai kesehatan reproduksi, kami rasa belum optimal, baik untuk perempuan warga Yogyakarta maupun warga pendatang seperti mahasiswa," kata dia.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Jaringan Mahasiswa Nasional dalam aksinya mendorong kaum perempuan mampu memberdayakan dirinya dengan beroganisasi. Alasannya, dengan berorganisasi mereka akan lebih mudah mendapatkan advokasi serta wawasan mengenai isu kemandirian perempuan.
"Saya menilai kemauan perempuan untuk ikut bergabung dalam organisasi masih rendah karena dari kecil hingga dewasa masih banyak yang memegang doktrin bahwa kaum perempuan adalah kaum nomor dua yang lebih baik diam saja," kata mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Sandi Atmajaya.
(T.L007)
Berita Lainnya
Indonesia raih dua sertifikat inskripsi warisan budaya dunia UNESCO
Jumat, 26 April 2024 5:57 Wib
DIY peroleh kuota 16 KK program transmigrasi
Kamis, 25 April 2024 5:39 Wib
Daop 6 meminta maaf kedatangan KA terlambat imbas gangguan lokomotif
Rabu, 24 April 2024 18:07 Wib
KPU Yogyakarta melibatkan budayawan ciptakan maskot Pilkada 2024
Rabu, 24 April 2024 9:30 Wib
Konferensi internasional UIN perkenalkan Islam Indonesia yang toleran
Selasa, 23 April 2024 18:01 Wib
Dinkes Yogyakarta mengimbau masyarakat waspadai penularan flu singapura
Senin, 22 April 2024 23:39 Wib
Kominfo Yogyakarta selenggarakan pelatihan pengembangan talenta digital
Senin, 22 April 2024 16:03 Wib
Nilai pencucian uang mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Rp20 miliar
Senin, 22 April 2024 14:26 Wib