Pemkab Gunung Kidul mendorong perajin batik gunakan pewarna alami

id Perajin batik

Pemkab Gunung Kidul mendorong perajin batik gunakan pewarna alami

Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul menanam 10.000 batang berbagai jenis pohon untuk mendukung industri batik. (Foto ANTARA/Sutarmi)

Gunung Kidul (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mendorong perajin batik mengembangkan batik dari pewarna alami yang berasal dari lingkungan sekitar dan melakukan inovasi supaya batik diterima semua kalangan.

Staf Ahli Bupati Gunung Kidul Siti Isnaini Dekoningrum di Gunung Kidul, Kamis, mengatakan pemkab mendukung industri kreatif masyarakat, khususnya industri batik guna mendukung pariwisata tengah berkembang.

"Namun demikian, kami berharap perajin menggunakan pewarna tekstil berbahan alami akan menjadi ciri khas tersendiri. Selain itu dengan pewarna alami yang terdapat di sekitar rumah, masyarakat akan semakin mencintai lingkungannya. Pohon-pohon dijaga, dan ini berdampak pada ekosistem," kata Siti.

Ia mengatakan pemkab mengupayakan penanaman pohon yang dapat digunakan sebagai warna alami. Pemkab menggandeng lembaga lainnya untuk penanaman pohon ini. Pemkan bersama lembaga Lions Club Puspita Mataram menanam 10.000 pohon disentra kerajinan batik seperti di Desa Tancep, Ngawen; Mertelu dan Ngalang, Kecamatan Gedangsari.

"Adapun bantuan yang diberikan terdiri dari bibit pohon mangga, jambu, manggis, nangka, buah naga, Indogofera. Selain untuk batik, pohon digunakan untuk menjaga ekosistem," katanya.

Salah seorang perajin Batik Desa Tancep, Kecamatan, Suyatmi mengatakan sejak beberapa tahun terakhir dirinya bersama kelompok batik desanya 'Nur Giri Indah', memproduksi batik menggunakan pewarna alami.

Selain untuk menjaga lingkungan, pewarna batik bisa didapatkan dari lingkungan sekitar. Misalnya untuk warna coktat didapatkan dari tumbuhan soga, warna hijau bisa didapatkan dari pohon tegeran yang mudah didapat di sekitar sungai desa setempat. Untuk warna kuning bisa didapatkan dari pohon nangka, dan masih banyak pohon lainnya bisa digunakan.

Pohon-pohon tersebut diolah sedemikian rupa sehingga bisa menjadi pewarna. Menggunakan canting mereka membuat berbagai macam motif batik di selembar kain. Saat ini sejumlah batik motif sudah mereka kembangkan mulai dari cendana hingga motif khas Gunung Kidul yakni belalang.

"Untuk pewarna alami begini paling susah itu pas musim penghujan. Karena jika pengeringan tidak sempurna warna menjadi pudar dan tidak merata," katanya.

Salah seorang perwakilan lembaga Lions Club Puspita Mataram Irawan Santoso, mengatakan lembaga miliknya merupakan lembaga internasional salah satu perhatiannya bidang lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat.

"Dengan menanam pohon sebanyak itu diharapkan merubah wilayah yang tandus menjadi lebih hijau. Gunung Kidul daerah paling tandus, bisa menjadi wilayah hijau," katanya.