Dinkes sebut orang tua ujung tombak penanganan bayi berisiko kekerdilan

id Stunting,kekerdilan,anak kerdil

Dinkes sebut orang tua ujung tombak penanganan bayi berisiko kekerdilan

Ilustrasi - Pemeriksaan dan penyuluhan ibu dan balita dengan metode Zimba di Puskesmas Mulyaharja Kota Bogor, Jawa Barat. (Megapolitan.Antaranews.Com/Foto: Humas Dinkes Kota Bogor)

Yogyakarta (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta mengemukakan bayi berisiko kekerdilan masih ditemukan di daerah itu sehingga pemahaman orang tua terhadap masalah itu menjadi ujung tombak penanganan bayi agar tumbuh kembangnya normal.

“Selama orang tua memahami bagaimana menangani kondisi bayi yang memiliki risiko 'stunting' (kekerdilan), maka bayi akan memiliki tumbuh kembang yang baik,” kata Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarat Riska Novriana di Yogyakarta, Rabu.

Dia menjelaskan penanganan terhadap bayi yang memiliki risiko kekerdilan diawali dengan memberikan makanan terbaik untuk bayi yaitu air susu ibu (ASI) eksklusif selama enam bulan, dilanjutkan pemberian makanan bayi anak (PMBA) dengan menu rumah.

Selain itu, lanjut dia, bayi yang memiliki risiko kekerdilan tersebut perlu dipantau tumbuh kembangnya secara rutin hingga usia dua tahun.

“Dengan pemahaman yang baik tersebut, maka diharapkan bayi tidak tumbuh sebagai balita yang 'stunting',” katanya.

Ia juga mengatakan bahwa kondisi kekerdilan pada anak sama sekali tidak dipengaruhi oleh faktor genetik.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, pada 2018 terdapat sekitar 21 persen bayi yang memiliki risiko kekerdilan, yaitu bayi lahir dengan panjang badan kurang dari 48 centimeter.

Sejumlah faktor yang menjadi pemicu bayi lahir depan panjang dan berat badan rendah adalah asupan gizi dan kondisi kesehatan ibu selama kehamilan yang tidak terjaga.

Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta kemudian menyiapkan “antenatal care” terpadu, yaitu pemeriksaan kesehatan ibu hamil secara rutin, tuntas, dan terstandar.

Dalam program tersebut, ibu hamil minimal melakukan empat kali pemeriksaan kesehatan, memperoleh imunisasi dan pemenuhan gizi yang cukup sehingga kondisi kehamilannya terpantau dan bayi tumbuh dengan sehat.

Upaya mencegah kekerdilan juga melibatkan masyarakat melalui kader pendamping di wilayah. Kader bertugas memantau kondisi ibu hamil dan mengingatkan ibu hamil untuk terus menjaga kondisi kehamilannya.

Anak yang mengalami kekerdilan akibat kekurangan gizi kronis, akan mengalami ganguan pertumbuhan sehingga tumbuh lebih pendek dari standar usianya dan dimungkinkan berpengaruh pada kecerdasan anak.

Baca juga: Dinkes sebut angka stunting di Bantul di bawah ambang batas WHO

Pewarta :
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024