Ketua DPRD Kulon Progo menyayangkan kebijakan penutupan Alun-alun Wates

id PKL,Alun-alun Wates ditutup,DPRD Kulon Progo,Kulon Progo,COVID-19,PPKM Darurat

Ketua DPRD Kulon Progo menyayangkan kebijakan penutupan Alun-alun Wates

Pemkab Kulon Progo menutup Alun-alun Wates selama PPKM Darurat untuk mengantipasi penyebaran COVID-19. (Foto ANTARA/Sutarmi)

Kulon Progo (ANTARA) - Ketua DPRD Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Akhid Nuryati menyayangkan kebijakan pemerintah setempat menutup pedagang kreatif lapangan yang berjualan di Alun-alun Wates pada Minggu (4/7) tanpa memperhatikan kondisi pedagang.

Akhid Nuryati di Kulon Progo, Senin, mengatakan dirinya mendukung diberlakukannya kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dari 3 Juli sampai 20 Juli.

"PPKM Darurat ini tidak bisa ditawar, tapi pemberlakuaannya harus bijak. Semua aparat pemerintah perlakuannya kepada masyarakat dengan penuh manusiawi. Jangan mengecilkan semangat, optimisme masyarakat untuk melakukan usaha di masa pandemi COVID-19 ini," katanya.

Menurut dia, sebelum Alun-alun Wates ditutup sementara, kuncinya dikoordinasikan terlebih dahulu dan menyiapkan manajemen konflik dan sosial dampak dari penutupan. Pemkab melalui dinas terkait harus terlebih dahulu mengnalisa dari jumlah pedagang kreatif lapangan (PKL) yang berjualan jumlahnya berapa, miskin tidak.

Kemudian, pemkab melalui Dinas Sosial masih memiliki anggaran pengamanan sosial (JPS) juga harus dipertimbangkan. Kemudian, Dinas Perdagangan dan Perindustrian sudah menyiapkan tempat relokasi sementara supaya mereka tetap berusaha dengan protokol sesuai yang diberlakukan dalam PPKM Darurat.

"Saat ini, masyarakat untuk bertahan secara ekonomi pada masa pandemi COVID-19 cukup sulit, ketika usaha mereka ditutup paksa tanpa ada sosialisasi dan kebijakan yang memberikan kesempatan usaha, mereka akan gulung tikar," katanya.

Akhid juga mempertanyakan kenapa pada Minggu (4/7), PKL yang masih berjualan tidak diberikan kesempatan untuk menghabiskan barang dagangan, dan diawasi dengan ketat supaya menerapkan protokol kesehatan dengan baik. Pembeli bisa membeli makanan dengan cara dibungkus, dan tidak boleh makan di tempat.

Saat ini, tuntutan PKL kawasan Alun-alun Wates adalah tempat relokasi, sedangkan Pemkab Kulon Progo tidak memiliki lokasinya.

"Seharusnya mereka diedukasi, diberi peringatan terlebih dahulu, sehingga mereka tidak merugi," katanya.

Anggota DPRD Kulon Progo Maryono mengatakan dirinya menyayangkan penutupan Alun-alun Wates dan membubarkan PKL yang berjualan. Menurutnya, kebijakan tersebut tanpa didasari rasa kemanusiaan.

"Kondisi perekonomian masyarakat di masa pandemi COVID-19 sudah sangat sulit, kenapa ada pembubaran PKL dengan cara seperti itu," katanya.