Pansus Angket Pelindo minta presiden jalankan rekomendasi

id Pansus Angket Pelindo minta presiden jalankan rekomendasi

Pansus Angket Pelindo minta presiden jalankan rekomendasi

Ilustrasi, Suasana aktivitas bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta Utara. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Sleman, (Antara Jogja) - Ketua Pansus Angket PT Pelindo II Rieke Dyah Pitaloka meminta Presiden Joko Widodo segera menjalankan rekomendasi yang telah disampaikan pansus untuk mengganti Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno.

"Kami minta Presiden Joko Widodo segera melaksanakan rekomendasi pansus karena Menteri BUMN Rini Soemarno terindikasi melampaui kewenangannya dengan memperpanjang kontrak konsesi HPH atas PT Jakarta International Container Terminal (PT JICT)," kata Rieke Dyah Pitaloka pada seminar yang diselenggarakan Forum Kajian Kebijakan Ekonomi Nasional (FK2EN) di Sleman, Yogyakarta, Selasa.

Menurut dia, apa yang dilakukan Rini merupakan pelanggaran konstitusi yang diindikasikan merugikan negara cukup besar.

"Rekomendasi Pansus Angket Pelindo bukan `pepesan kosong` dan siap dilansir ke publik agar diketahui apakah pansus yang `miring` atau ada orang `miring` yang ingin menyelamatkan kekuasaan demi sebuah proyek," katanya.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini juga mengingatkan Presiden Joko Widodo yang bisa dimakzulkan jika mengabaikan hasil rekomendasi Pansus Angket Pelindo II ini.

"Jika tidak ditindaklanjuti, maka hak angket dan hak menyatakan pendapat bisa digulirkan, kemudian keputusan diambil di sidang paripurna. Kemudian diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) sehingga bisa berujung pada `impeachment`," katanya.

Sedangkan Ketua Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (PT JICT) Nova Sofian Hakim mengatakan Perpanjangan JICT melanggar UU pelayaran nomor 17 tahun 2008 pasal 82, bahwa untuk perpanjangan kontrak JICT mengharuskan ada izin konsesi dari pemerintah.

"Menteri BUMN mengeluarkan izin prinsip pada 9 Juni 2015 dengan syarat-syarat termasuk mendapatkan izin konsesi. Selain nomenklatur izin prinsip tidak ada di UU, Menteri BUMN seolah melakukan pembiaran kepada Dirut PT Pelindo II RJ Lino karena HPH telah membayar uang muka dan uang sewa perpanjangan kontrak pada tahun 2015. Sementara izin konsesi baru didapatkan 11 November 2015. Jadi terang benderang kesalahan RJ Lino dan Menteri BUMN Rini Soemarno," katanya.

Ia mengatakan, dalam kasus tersebut potensi kerugian negara mencapai Rp36 triliun ketika terjadi perpanjangan kontrak.

"Kami mendesak manajemen agar mencabut segala bentuk intimidasi termasuk demosi, mutasi dan ratusan surat peringatan kepada pekerja JICT yang aktif membela kepentingan nasional. Karena terbukti bahwa perpanjangan kontrak JICT melanggar UU. Kami juga berharap perjuangan serikat pekerja JICT menjadi embrio bagi serikat pekerja BUMN lain dalam membela kepentingan nasional," katanya.


(U.V001)
Pewarta :
Editor: Victorianus Sat Pranyoto
COPYRIGHT © ANTARA 2024