Kerajinan cor kuningan Godean terkendala regenerasi

id kerajinan kuningan godean

Kerajinan cor kuningan Godean terkendala regenerasi

Perajin cor kuningan di Ngawen, Desa Sidokarto, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, Krisna Sutanto spesialis memproduksi busana kuda dan asesoris kereta kuda. (Foto Antara/ Victorianus Sat Pranyoto)

Sleman, (Antara Jogja) - Kerajinan cor kuningan yang selama ini dikembangkan secara rumahan di Padukuhan Ngawen, Desa Sidokarto, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta terkendala regenerasinya karena semakin sedikit kaum muda di wilayah setempat yang menekuninya.

"Saat ini sudah sedikit anak muda yang mau menggeluti kerajinan cor kuningan ini, padahal kerajinan ini telah berkembang di daerah ini secara turun temurun sejak puluhan tahun lalu," kata perajin cor kuningan di Padukuhan Ngawen Krisna Sutanto (38), Senin.

Menurut dia, di Padukuhan Ngawen ini terdapat puluhan rumah tangga yang mengandalkan penghasilannya pada industri cor logam ini.

"Namun rata-rata mereka hanya memproduksi `klunthung` (genta) untuk sapi dan `klinting` kecil-kecil, untuk inovasi jenis atau bentuk kejainan lain memang belum ada. Hanya saya yang juga menekuni kerajinan untuk perangkat busana kuda dan kereta kuda," katanya.

Ia mengatakan, dirinya menggeluti kerajinan cor kuningan ini dari orang tuanya Tugimin Narno Hartono alias Pak Min (80) yang dikenal dengan nama "Kerajinan Kuningan Pak Min", yang dikenal sebagai ahli pembuat aksesori "andong" (kereta kuda) dari bahan kuningan.

"Saya sudah puluhan tahun menjalani profesi sebagai pembuat kerajinan kuningan untuk busana kuda dan kereta kuda, tepatnya semenjak usia pelajar di sekolah dasar. Saya mewarisi ilmu dari bapak," katanya.

Krisna sendiri adalah generasi ketiga yang meneruskan bisnis keluarga tersebut. Kakeknya, Karyo Suwarno yang mengawali usaha tersebut saat zaman perang kemerdekaan. Ia mengaku tidak memiliki latar ilmu khusus pembuatan kerajinan kuningan.

"Saya belajar membikin kerajinan kuningan berdasarkan ajaran orang tua. Saya hanya nuruni dan nekuni dari Bapak. kereta kuda sudah jadi budaya khas Yogyakarta. Maka itu, saya ingin telateni kerajinan aksesori busana kuda dan kereta kuda ini," katanya.

Ia mengatakan, aksesori yang diproduksi di bengkelnya biasa digunakan untuk mempercantik tampilan kuda maupun kereta tradisional. Mulai dari ujung kepala hingga ekor kuda dan badan kereta.

"Asesori kuningan tersebut seperti `pelik kembangan` dan `pelik bintang` untuk hiasan di badan kuda, `topongan` atau hiasan di penutup mata kuda, klinting atau lonceng kecil di kepala kuda, kalung-kalung, dan jenis barang lain yang mendukung pengendalian kuda oleh kusir," katanya.

Krisna mengatakan, kerajinan cor kuningan yang digeluti bersama keluarganya ini telah menjadi langganan para pemilik andong dan bengkel kereta di wilayah DIY dan juga Solo. Misalnya dari pembuat pakaian kuda di Kotagede dan juga bengkel kereta di Bantul.

"Kami juga sering menerima pesanan dari kerabat Keraton Yogyakarta maupun Keraton Solo yang memesan aneka hiasan kuda dan andong, seperti `mangkokan` atau penutup as roda kereta dan aksesori lainnya. Pesanan Keraton Yogyakarta terakhir dari Gusti Yudhaningrat, penghageng (pemimpin) Museum Kereta Keraton Yogyakarta memesan kalung (ham) untuk kuda miliknya," katanya.

Ia mengatakan, ada 90 item bagian dari perhiasan kuda dan andong dan semuanya bisa dibikin di bengkelnya tersebut. Kadang, bentuknya standar dari buntut sampai depan namun ada juga yang minta dibuatkan dengan desain khusus, misalnya pakai motif batik.

Sedangkan proses produksi aksesori kuningan dimulai dari pembuatan model dari malam/lilin batik untuk pembentukan pola dan tanah liat untuk cetakan. Setelah cetakan jadi, batang-batang kuningan yang didapatkan dari pedagang di Pasar Bringharjo lalu dicairkan dengan api besar di tungku berbahan bakar arang kayu selama empat jam.

Setelah cair, logam dituangkan ke dalam cetakan dan didinginkan sebelum masuk tahap finishing. Penyempurnaan dilakukan dengan penghalusan permukaan aksesori menggunakan grinder dan amplas lalu dipoles agar mengkilap.

"Satu bulan bisa habis 25 kilogram kuningan. Kalau bentuknya standar, proses pembuatan terbilang cepat, hitungan hari. Tapi kalau pesanan khusus, bisa lebih lama, tergantung tingkat kerumitan desainnya, belum lagi kalau ada produk cacat, harus diulang lagi prosesnya dari awal," katanya.***3***

(V001)

Pewarta :
Editor: Victorianus Sat Pranyoto
COPYRIGHT © ANTARA 2024