Anggaran pembayaran Terminal Giwangan masuk APBD perubahan

id terminal giwangan

Anggaran pembayaran Terminal Giwangan masuk APBD perubahan

Suasana Terminal Giwangan Yogyakarta (ANTARA FOTO/Eka Arifa Rusqiyati/)

Yogyakarta (Antaranews Jogja) - Anggaran untuk kebutuhan pembayaran sengketa Terminal Giwangan dipastikan masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan 2018 Kota Yogyakarta sebesar Rp56 miliar. 
   
“Meskipun masih ada anggota dewan yang menolak, tetapi karena sebagian besar menyetujui, maka anggaran untuk kebutuhan pembayaran sengketa Terminal Giwangan tetap masuk dalam anggaran perubahan tahun ini,” kata Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Yogyakarta Kadri Renggono di Yogyakarta, Senin.
   
Menurut dia, jika anggaran untuk kebutuhan pembayaran sengketa Terminal Giwangan tersebut sudah dimasukkan dalam anggaran perubahan, maka Pemerintah Kota Yogyakarta dipastikan akan memenuhi kewajibannya pada tahun ini juga.
   
“Setelah anggaran perubahan disahkan, maka pemerintah akan langsung memenuhi kewajibannya membayar sengketa Terminal Giwangan,” kata Kadri.
   
Sesuai tata kala, APBD Perubahan 2018 ditargetkan sudah dapat ditetapkan pada pertengahan September atau paling lambat pada akhir September. 
   
Berdasarkan keputusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung, Pemerintah Kota Yogyakarta dinyatakan kalah dalam gugatan perdata pengelolaan Terminal Giwangan dan wajib melakukan pembayaran ganti rugi senilai Rp56 miliar.
   
“Pembayaran akan dilakukan ke dua pihak yaitu BNI dan PT Perwita Karya selaku pengelola awal terminal,” katanya.
   
Sebelumnya, dalam rapat paripurna pengesahan KUPA/PPAS 2018 yang dilakukan secara voting terdapat 26 anggota dewan yang memiliki hak suara. Sebanyak 22 anggota menyatakan setuju penganggaran Rp56 miliar, tiga anggota tidak setuju, dan satu anggota abstain.
   
Ketiga anggota dewan yang menolak penganggaran dana untuk pembayaran sengkte Terminal Giwangan adalah Antonius Fokki Ardiyanto, Danang Rudiatmoko dan Suryani.
   
“Kami menilai, tidak ada perintah dari risalah keputusaan PK MA yang menyatakan harus dibayar oleh APBD Kota Yogyakarta,” kata Fokki.
   
Selain itu, lanjut dia, Pemerintah Kota Yogyakarta saat memutus kontrak dengan PT Perwita Karya tidak meminta persetujuan dewan, padahal DPRD memberikan persetujuan saat akan dilakukan pembangunan.
   
Fokki juga mengkhawatirkan sertifikat HGB atau HPL yang digadaikan ke BNI tidak kembali ke pemerintah Kota Yogyakarta. Pada awal pembangunan, PT Perwita Karya menggadaikan sertfikat lahan terminal ke BNI atas persetujuan wali kota.
   
“Kami berharap, pemerintah bisa bijak menggunakan anggaran. Dana tersebut bisa dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Pewarta :
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024