Pemkab Kulon Progo belum menutup objek wisata

id Objek wisata,Kulon Progo

Pemkab Kulon Progo belum menutup objek wisata

Objek wisata Kebun Teh Nglinggo di Kabupaten Kulon Progo. (Foto ANTARA/Sutarmi)

Kulon Progo (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, belum menutup objek wisata yang dikelola pemerintah dengan alasan sudah tidak ada wisatawan yang berkunjung.

Objek wisata yang dikelola pemerintah kabupaten, yakni Pantai Congot, Pantai Trisik, Pantai Glagah, Waduk Sermo, Gua Kiskendo, dan Puncak Suroloyo.

"Berdasarkan laporan, objek wisata yang dikelola pemerintah kabupaten sudah tidak ada wisatawan yang berkunjung. Penutupan menunggu situasi yang berkembang," kata Kepala Pelaksana Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Kulon Progo Astungkara di Kulon Progo, Minggu.

Ia mengingatkan petugas retribusi untuk menegur wisatawan yang masih nekad berkunjung ke objek wisata. Penyadaran untuk tetap di rumah selama status tanggap darurat bencana COVID-19 menjadi tanggung jawab semua pihak.

"Kami minta petugas menegur wisatawan yang berkunjung. Kami juga meminta gugus tugas yang ada di setiap desa untuk lebih meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat supaya tidak berpergian bila tidak ada kepentingan mendesak," katanya.

Astungkara juga mengatakan objek wisata yang dikelola masyarakat secara mandiri sudah ditutup. Bencana COVID-19 memang sangat berdampak pada sektor pariwisata. Namun demikian, ia optimistis sektor pariwisata akan pulih setelah badai COVID--19 selesai.

"Kita berdoa, semoga bencana COVID-19 segera dapat diatasi dan kegiatan bisa pulih kembali," katanya.

Sementara itu, Humas Bukit Wisata Pule Payung Eko Purwanto mengatakan Bukit Wisata Pule Payung telah menghentikan seluruh aktivitas wisata per  21 Maret sampai 3 April mendatang.

"Penutupan ini sebagai bentuk dukungan kami terhadap program pemerintah untuk memutus rantai penyebaran COVID-19," ujar Eko Purwanto.

Keputusan menutup Bukit Wisata Pule Payung menurut Eko sangat berat karena dipastikan pengelola bakal merugi hingga ratusan juta rupiah.

Eko menerangkan, dalam sehari pendapatan yang diperoleh obyek wisata ini bisa mencapai Rp9 juta, itu sudah termasuk tiket, wahana dan penjualan kuliner atau suvenir.

Penutupan ini juga dipastikan berdampak terhadap hajat hidup warga sekitar yang bekerja di obyek wisata tersebut. Terlebih kata Eko, tak semua karyawan memiliki pekerjaan sampingan sehingga praktis pendapatan mereka selama Pule Payung ditutup akan tersendat.

"Mayoritas nganggur mas, karena mau kerja juga tidak ada, kecuali mereka karyawan yang punya ternak dan penderes tetap masih ada pendapatan, dan rata-rata punya pinjaman bank, nah ini yang bikin pusing," katanya.

Ia pun berharap, situasi bisa kembali normal sehingga Pule Payung dapat beroperasi seperti sedia kala. Dia juga mengharapkan ada bantuan dari pemerintah berupa promosi wisata khususnya wisata berbasis masyarakat. "Sehingga imbas dari pandemi ini segera tergantikan," kata Eko.