Pembatasan mulai longgar, kasus COVID-19 India lewati Italia

id kasus COVID-19 di India kembali naik,virus corona di India

Pembatasan mulai longgar, kasus COVID-19 India lewati Italia

Penumpang mengantre di dalam stasiun kereta untuk naik setelah sejumlah pembatasan dilonggarkan saat berlangsungnya penguncian nasional yang diperpanjang untuk menekan laju sebaran virus corona (COVID-19), di New Delhi, India, Senin (1/6/2020). ANTARA FOTO/REUTERS/Adnan Abidi/pras/djo

jumlah pasien positif COVID-19 di India menempati urutan keenam terbanyak dunia dan melampaui angka di Italia....
Mumbai (ANTARA) - India pada Sabtu mencatat 9.887 orang terjangkit COVID-19 dalam 24 jam terakhir dan angka itu jadi kasus harian tertinggi sejak otoritas setempat melaporkan kasus pertama.

Dengan demikian, jumlah pasien positif COVID-19 di India menempati urutan keenam terbanyak dunia dan melampaui angka di Italia. Tingginya kasus positif di India terjadi dua hari setelah pemerintah melonggarkan aturan karantina dengan membuka kembali mal, restoran, dan tempat ibadah.

Total pasien positif di India saat ini meningkat sampai lebih dari 236.000 orang. Namun, India masih sedikit tertinggal dari Amerika Serikat, Brazil, Rusia, Inggris, dan Spanyol, demikian menurut data Reuters.

Baca juga: Indonesia dan Inggris ingin vaksin terjangkau seluruh lapisan masyarakat global

Walaupun demikian, korban jiwa akibat COVID-19 di India masih lebih rendah daripada negara-negara tersebut. Kasus kematian karena COVID-19 di India mencapai 6.642 jiwa.

Pemerintah di bawah pimpinan Perdana Menteri Narendra Modi, cemas untuk mengaktifkan kembali ekonomi yang terpuruk akibat COVID-19. Namun, India tetap berupaya membuat jutaan rakyatnya kembali bekerja dengan melonggarkan aturan karantina.

Otoritas di India memberlakukan karantina sejak Maret. Kebijakan itu, menurut pemerintah, berhasil mencegah kasus positif bertambah cepat.

Baca juga: Perempuan pasien positif COVID-19 di Yogyakarta melahirkan bayi sehat

Pemerintah melonggarkan pembatasan sejak Senin, tetapi sejumlah ahli khawatir langkah itu terlalu cepat dilakukan.

Giridhar R Babu, seorang epidemiolog di Yayasan Kesehatan Masyarakat India/Public Health Foundation of India, mempertanyakan langkah pemerintah yang membuka kembali tempat ibadah.

"Kita dapat bertahan hidup dan menjaga kasus positif tidak terus bertambah tanpa ... harus membuka tempat ibadah untuk sementara waktu," kata Babu lewat unggahannya di Twitter.

Meskipun beberapa tempat umum kembali dibuka, pemerintah masih melarang konser musik, pertandingan olahraga, dan kampanye politik.

Baca juga: Pakar epidemiologi: tren kasus COVID-19 menuju puncak kurva

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Jumat (5/6) mengatakan karantina di India membantu menekan pertumbuhan angka pasien positif. Namun saat ini, jumlah pasien positif berisiko naik.

"Saat India dan negara besar lainnya kembali membuka tempat umum dan orang-orang mulai berpindah tempat, selalu ada risiko virus akan kembali menyebar," kata dr Mike Ryan, kepala program darurat WHO, saat jumpa pers di Jenewa, Swiss.

Umat yang mengunjungi tempat ibadah di India akan diminta untuk mencuci tangan serta kaki. Selama masa pandemi, penyerahan sesaji berisi makanan tidak diperbolehkan, begitu juga dengan memercikkan air ke wajah jemaat, menyentuh patung, dan kitab suci.

Sumber: Reuters
 
Pewarta :
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2024