Haedar Nashir: Bangsa Indonesia jangan terbelah menyikapi isu Palestina

id Muhammadiyah,Haedar nashir,Palestina,Terbelah,Yogyakarta

Haedar Nashir: Bangsa Indonesia jangan terbelah menyikapi isu Palestina

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir berbicara dalam diskusi publik "Konflik Arab-Israel, Peluang dan Tantangan Perdamaian" yang berlangsung secara virtual, Senin. (ANTARA FOTO/Luqman Hakim)

Pemerintah Indonesia kami apresiasi sudah mengambil posisi yang tepat dan konsisten untuk tetap mendukung Palestina secara tegas
Yogyakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir berharap Bangsa Indonesia tidak terbelah dalam menyikapi konflik dan tragedi kemanusiaan yang masih terjadi di Palestina.

"Jangan sampai bangsa ini terpecah gara-gara mereaksi persoalan Palestina karena posisinya sudah jelas apalagi ada di tujuan nasional. Satu di antaranya bahwa kita ingin ikut serta dalam ketertiban dunia dan perdamaian abadi," kata Haedar dalam diskusi publik "Konflik Arab-Israel, Peluang dan Tantangan Perdamaian" yang berlangsung secara virtual, Senin.

Menurut Haedar, sebagai bangsa yang pernah dijajah, seluruh komponen Bangsa Indonesia sepatutnya memiliki pandangan yang sama bahwa penjajahan di negara mana pun di muka bumi merupakan tragedi kemanusiaan paling pahit, paling kelam, dan paling dzalim yang harus ditentang.

PP Muhammadiyah, kata Haedar, mengapresiasi sikap Pemerintah Indonesia yang mengambil posisi tepat, konsisten, dan tegas mendukung kemerdekaan rakyat Palestina.

"Pemerintah Indonesia kami apresiasi sudah mengambil posisi yang tepat dan konsisten untuk tetap mendukung Palestina secara tegas," kata dia.

Bahkan sebagian negara-negara Arab, menurut dia, tidak memiliki sikap tegas seperti yang ditunjukkan oleh Pemerintah Indonesia.

Bagi Haedar, Pemerintah Indonesia telah berada di jalur yang tepat dalam menyikapi persoalan Palestina sehingga semestinya diikuti seluruh komponen bangsa.

"Jika pemerintah saja sudah seperti itu, warga dan elit bangsa yang mungkin mendukung pemerintah sekarang saya imbau untuk coba memahami dengan seksama dan reflektif bahwa persoalan Palestina adalah persoalan kemerdekaan," kata dia.

Menurut dia, Bangsa Indonesia dapat merespons persoalan penjajahan di Palestina dalam bingkai menjalankan amanat konstitusi.

Sesuai pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 disebutkan penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Ia tidak memungkiri bahwa problem Palestina juga memiliki irisan dengan persoalan keislaman jika ditinjau dari aspek sejarah dan keberadaan Masjid al-Aqsa di Yerusalem yang merupakan salah satu masjid utama kaum Muslim selain Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah.

Ia menuturkan pada tahun 644 Masehi, Khalifah Umar bin Khattab memperluas kawasan Islam dan wilayah Palestina menjadi salah satu bagiannya sehingga sejak saat itu Palestina lekat dan tidak terpisahkan dengan dunia Islam.

Israel kemudian datang ke wilayah Palestina pada 1948 lantas mendirikan negara.

Oleh sebab itu, ketika umat Islam memiliki reaksi begitu luas atas peristiwa di Palestina, Haedar berharap pihak mana pun agar tidak salah paham.

Meski demikian, ia meminta seluruh pihak berhenti membawa politik aliran dalam kasus Palestina dengan tidak memandangnya sebagai persoalan Islam melawan yang lain.

"Bahwa ada konteks Islam, oke, sejauh menyangkut eksklusif Islam. Tapi ketika sudah relasinya bangsa dan dunia kemanusiaan semestinya bawalah ini sebagai persoalan penjajahan," kata Haedar Nashir.
 
Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024