DKP Kulon Progo sosialisasi sertifikat kelayakan pengolahan ikan

id Kulon Progo,DKP Kulon Progo

DKP Kulon Progo sosialisasi sertifikat kelayakan pengolahan ikan

Petugas melalukan sosialisasi Sertifikat Kelayakan Pengolahan kepada Poklahsar Mekar Sari Kranggan Kulon Progo. (ANTARA/HO-Dokumen DKP Kulon Progo)

Kulon Progo (ANTARA) - Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, menyosialisasikan sertifikat kelayakan pengolahan ikan
kepada Kelompok Pengolahan dan Pemasaran Mekar Sari di Desa Kranggan supaya produk higienis dan diterima pasar secara luas.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kulon Progo Trenggono di Kulon Progo, Jumat, mengatakan Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) merupakan bagian integral penting pada pengolahan pangan berbasis ikan yang dilakukan oleh pelaku usaha pengolahan dan pemasaran produk kelautan dan perikanan.

SKP didefinisikan sebagai sertifikat yang diberikan kepada pelaku usaha terhadap unit pengolahan ikan (UPI) yang telah menerapkan cara pengolahan ikan yang baik dan memenuhi persyaratan prosedur operasional standar sanitasi.

"SKP ini yang kami perkenalkan kepada Kelompok Pengolahan dan Pemasaran (Poklahasar) Mekar Sari di Desa Kranggan," kata Trenggono.

Ia mengatakan DKP Kulon Progo melalui petugas pendampingan menjelaskan soal SKP ini. SKP sangat penting. Hal ini sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2015 tentang Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan dan Peningkatan Nilai Tambah Produk Hasil Perikanan serta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17/Permen-KP/2019 tentang Persyaratan dan Tata Cara Penerbitan Sertifikat Kelayakan Pengolahan.

Sertifikat ini diberikan kepada setiap pelaku usaha pengolahan ikan, yaitu orang atau atas nama lembaga yang melakukan kegiatan ekonomi berbasis pengolahan ikan. Pelaku usaha ini dapat merujuk pada orang perseorangan atau perorangan mewakili suatu lembaga.

Dalam hal ini, sertifikat diberikan kepada pelaku sebagai pengelola UPI sebagai tempat untuk melakukan pengolahan ikan.

"Kegiatan pengolahan ini dilakukan sejak ikan berupa bahan baku ikan sampai menjadi produk akhir dikonsumsi," katanya.

Trenggono mengatakan dua poin penting dalam pengolahan ikan sehingga suatu produk dinyatakan layak (aman dan hiegenis), yaitu cara pengolahannya dan prosedur sanitasi pengolahannya.

"Kedua hal ini melekat pada UPI sebagai tempat bahan baku diolah menjadi bahan jadi siap konsumsi," katanya.

Lebih lanjut, Trenggono mengatakan cara pengolahan ikan yang baik (CPPB) adalah pedoman/tata cara pengolahan ikan sehingga memenuhi syarat jaminan mutu. Singkatnya adalah cara ikan diolah. Apabila dicontohkan pada pengolahan ikan lele menjadi nugget lele, maka CPPB merujuk pada bagaimana cara pembuatan.

"Cara pengolahan ikan yang baik ini meliputi seleksi bahan baku, penanganan dan pengolahan, penggunaan bahan tambahan, bahan penolong, pengemasan dan penyimpanan," katanya.

Menurut dia, tata cara penerapan sanitasi sehingga memenuhi syarat jaminan mutu dan kemasan. Dalam arti lain, prosedur operasi standar berkaitan dengan higienis pengolahan seperti bagaimana memilih ikan lele, bagaimana peralatan pembuatan nugget dibersihkan.

Poklahasar Mekar Sari di Desa Kranggan merupakan sentra olahan lele. Sehingga harus menerapkan prosedur standar sanitasi meliputi delapan kunci sanitasi. Kedelapan poin ini adalah keamanan air/es, kondisi dan kebersihan permukaan kontak pangan, pencegahan kontaminasi silang, fasilitas pencuci tangan, sanitasi, toilet, proteksi dari bahan kontaminan, tata cara penggunaan bahan toksin, pengawasan kondisi kesehatan pengolah dan pengendalian binatang pengganggu.

"Di luar kedua hal tersebut, tentu saja pada keduanya terdapat komponen penting yaitu pelaku usaha sebagai aktor pengelola UPI dan pelaksana pembuatan pangan dan tentu saja UPI sendiri sebagai sarana pengolahan pangan berbasis ikan. SKP tidak lain akan menunjukkan produk yang dihasilkan dari UPI aman dan bermutu sampai ke tangan konsumen," katanya.