48 Usaha Jasa Pariwisata di Kulon Progo tergabung dalam PHRI

id Kulon Progo,Jasa Usaha Pariwisata,PHRI Kulon Progo

48 Usaha Jasa Pariwisata di Kulon Progo tergabung dalam PHRI

Ketua BPC PHRI Kulon Progo Sumantoyo. (Foto ANTARA/Sutarmi)

Kulon Progo (ANTARA) - Sebanyak 48 dari 150 Jasa Usaha Pariwisata yang bergerak di bidang restoran dan perhotelan di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang tergabung dalam Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia, merasa perlu ada satu visi dalam menyambut dampak beroperasinya Bandara Internasional Yogyakarta.

"Di Kabupaten Kulon Progo baru sekitar 25 persen usaha restoran dan hotel yang tergabung dalam Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI)," kata Ketua BPC PHRI Kulon Progo Sumantoyo di Kulon Progo, Kamis.

Ia mengatakan jumlah total usaha hotel di Kulon Progo sebanyak 35 usaha, dan usaha restoran mencapai lebih dari 110 usaha. Namun baru 48 usaha yang tergabung di dalam PHRI Kulon Progo. Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran para pengusaha hotel dan restoran untuk bergabung ke dalam perhimpunan.

Ia khawatir usaha-usaha penunjang pariwisata tersebut tidak memiliki pemahaman terhadap standarisasi. Khususnya terhadap standar pelayanan bertaraf internasional bagi wisatawan mancanegara. Menurut dia, kehadiran Bandara Internasional Yogyakarta akan menjadikan Kulon Progo sebagai tujuan wisatawan mancanegara. Sehingga, ia berharap agar pengusaha hotel maupun restoran harus bersiap menyambut hal tersebut.

"Keuntungan ketika bergabung dengan PHRI, yakni pengusaha hotel maupun restoran akan mendapat bimbingan di bidang manajemen dan pengelolaan usaha. Termasuk menyiapkan standarisasi dalam bidang pelayanan untuk usaha hotel dan restoran. Sehingga ketika penerbangan internasional sudah dibuka, wisatawan mancanegara kan terbiasa dengan standarisasi. Kalau pengusaha hotel atau restoran tidak menyiapkan diri khawatirnya mereka akan tersingkir," kata Mantoyo.

Wakil Bupati Kulon Progo Fajar Gegana mengimbau kepada PHRI Kulon Progo dan DIY untuk menekankan dan memperhatikan kearifan lokal. Secara teknis mengacu ke budaya barat, tapi secara implementasi juga harus menyisakan kebudayaan lokal kita. Misalnya di makanan bisa diaplikasikan makanan lokal kita.

"Kemudian di properti hotel bisa ditambahkan batik dan identitas budaya lokal kita sebagai putra daerah. Dari visi-misinya sendiri kita sudah satu langkah maju ke depan dari daerah yang lain dengan wisata yang berbasis budaya walaupun dari segi infrastuktur dan anggaran masih mendung,” katanya.