Komnas: polisi harus proses hukum penyekap PRT

id prt disekap polisi

Komnas: polisi harus proses hukum penyekap PRT

Ilustrasi (www.komnasperempuan.or.id)

Pekanbaru (Antara Jogja) - Komnas Perempuan meminta aparat penegak hukum agar memproses hukum pelaku penyekapan terhadap 88 calon pembantu rumah tangga (PRT) yang berhasil diciduk oleh polisi pada 19 Oktober 2013.

"Proses hukum dibutuhkan demi keadilan dan pemberian efek jera, apalagi tersangkanya sudah ditetapkan yakni pemilik kegiatan yang menampung PRT, Yayasan Citra Kartini Mandiri (CKM) Pondok Aren Tangerang, Banten," kata Ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah, dalam surat elektroniknya diterima Antara Riau, Jumat.

Menurut Yuniyanti pelaku bisa dihukum dengan menggunakan Undang-Undang no 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO).

Selain itu, katanya, pelaku juga bisa dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak, untuk dugaan perekrutan anak-anak menjadi pembantu.

"Kepala Kepolisian RI, Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung RI hendaknya memproses kasus ini hingga tuntas dan memberikan hukuman yang memberi  rasa keadilan dan pemulihan bagi  korban serta memberi efek jera kepada pelaku lain," katanya.

Terkait kasus dan banyak lagi kasus-kasus serupa yang sudah terungkap, maka Komnas Perempuan memanda agar DPR RI tidak menunda-nunda lagi pembahasan RUU Perlindungan pembantu rumah tangga itu.

DPRD RI, katanya perlu mendorong pemerintah untuk mulai membahas ratifikasi Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak bagi pembantu rumah tangga sebagai payung hukum pembahasan RUU Perlindungan tersebut.

RUU Perlindungan yang akan menjadi UU itu dibutuhkan karena pembantu rumah tangga yang disalurkan yayasan, atau perusahaan ke luar negeri dan dalam negeri rentan menjadi korban perdagangan orang, kekerasan dan ekspolitasi lainnya.

"Kerentanan lainnya yang bakal diterima PRT adalah pemotongan upah yang tinggi, kondisi penampungan tidak manusiawi, ketidakjelasan hubungan kerja dan resiko menjadi korban perdagangan manusia," katanya.

Untuk itu, kata Yuniyanti, perlu aturan hukum yang jelas melindungi PRT, serta standar kerja yang layak, termasuk mengatur dan mengawasi pihak penyalur, karena perjanjian dibuat antara pemberi kerja dengan yayasan.
(F011)
Pewarta :
Editor: Heru Jarot Cahyono
COPYRIGHT © ANTARA 2024